Khamis, April 06, 2017

IKHLASNYA KASIH IBUKU


Di dalam sebuah karyanya, Hamidah Sulaiman menulis bahawa “...Walaupun  wanita sering dikaitkan dengan lambang kelemahan ataupun petanda kekurangan oleh sesetangah pihak, namun kita tidak dapat menafikan peranan penting mereka dalam melahirkan dan membesarkan individu...”, akhirnya beliau merumuskan individu itu seterusnya tumbuh kembang menjadi insan dengan kelebihan yang berbagai. Semuanya bermula dari seorang ibu. Hakikat ini tidak seorang pun yang mampu membantah kerana masing-masing kita kenal sosok seorang ibu.



Sebab itu Islam meletakkan penghormatan yang sangat tinggi terhadap ibu, ummi, emak, mama atau apapun panggilannya. Sebagaimana dalam sebuah hadist Nabi Saw : Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

Penghormatan tersebut bukan tanpa alasan, akan tetapi Rasulullah SAW melihat begitu kental dan besarnya pengorbanan ibu bahkan khidmatnya terhadap anak-anaknya yang tidak pernah berhenti. Mula pada saat mengandung bahkan sehingga anak-anak berumah tanggapun masih lagi bergantung kepada sosok seorang ibu. Ketika dalam kandungan, ibu membawa beratnya kandungannya kesana kemari tanpa dapat dilepaskan walau sesaat. Dalam keadaan sakit demam, beban kandungan tetap dibawa. Belum lagi dengan pergerakan yang terbatas, dengan hati yang senantiasa cemas, risau bayi yang dikandung tidak sihat sehingga nantinya keguguran. Beratnya tugas dan tanggungjawab sebagai ibu rumahtangga tetap ibu jalani. Memasak, mencuci baju dan pinggan mangkuk bahkan mengurus anak-anak yang lain tetap dijalani dengan penuh pengorbanan. Bahkan tidak jarang sosok seorang ibu adalah seorang pekerja. Ada yang bekerja di pejabat, dikilang bahkan ada yang bekerja diladang dan menjadi kuli upahan demi untuk memastikan keperluan anak-anak tetap terpenuhi, meringankan beban sang ayah. Hati ibu tidak pernah terlepas dari memikirkan anak-anaknya, dan tidak jarang ibu merasakan anak-anaknya masih kecil meskipun sudah dewasa dek kerana begitu mendalam kepeduliannya kepada anak. Siapakah yang lebih besar pengorbanannya dari seorang ibu?.

Tidak keterlaluan jika agama dan nilai kemanusiaan meletakkan, buruknya akhlak anak terhadap ibu adalah sebuah kedurhakaan. Apalagi kalau sampai menyakiti ibu. Kalaupun anak dengan semua kekayaannya diberikan kepada ibu, nescaya tidak akan dapat menebus nilai kasih sayang bahkan nilai yang tidak dapat kita ungkapkan dari seluruh jasa seorang ibu. Ketahuilah, Jasa ibu tidak akan pernah kita dapat ukur dengan harta. Kalau itu ukurannya sudah tentu kita semua tumbuh besar tetapi tidak dengan kasih sayang, keperluan jasmani kita terpenuhi tetapi rohani kita kering, tidak pernah merasa belaian kasih, manja dari seorang ibu. Apakah belaian kasih sayang, dakapan manja itu mampu kita beli?. Ketika kita ketakutan dan merasa tidak selamat, ibu yang menenangkan dan memberikan rasa aman dan selamat. Ketika kita sedih dan terpukul, ibu juga yang memberikan pelukan semangat. Apakah semua itu dapat kita tukarkan dengan harta.

Namun kadang jasa ibu begitu murah dihati kita. Seseorang yang baru kita kenal dan sangat baik terhadap kita, kadang kita lebih utamakan dari seorang ibu. Apalah jasa orang lain berbanding jasa ibu kita. Belum tentu kebaikan orang lain seikhlas baiknya seorang ibu. Utamakan ibu kita. Hormati dan hargai ibu kita. Berikan penghormatan dan balaslah kebaikan ibu kita. Kasihnya sampai ke akhirat. Dambakanlah doanya buat kebaikan dan keberkatan kita. Tidak ada doa yang paling ikhlas dan tanpa hijab, melainkan doa ibu kita.

Sudah tentu kita ingat bagaimana kisah seorang ibu kepada seorang pemuda yang bernama Al-Qomah. Sebetulnya Al-Qomah tidaklah terlalu jahat terhadap ibunya. Hubungannya dan tanggungjawabnya dengan Allah dipenuhi dengan baik. Cuma ada satu kekurangannya. Mari kita mengambil iktibar bersama ;


Dikisahkan dalam satu riwayat bahwa pada masa Rasulullah Saw ada seorang pemuda yang bernama Al-Qomah. Dia seorang pemuda yang giat beribadah, rajin sholat, banyak puasa dan suka bershodaqoh. 

Suatu hari dia sakit keras, maka istrinya mengirim utusan kepada Rasulullah Saw untuk memberitahukan kepada beliau Saw tentang keadaan Al-Qomah. Maka Rasulullah Saw kemudian mengutus Ammar bin Yasir, Shuhaib ar Rumi dan Bilal bin Robah Ra untuk melihat keadaannya.

Rasulullah bersabda, “Pergilah ke rumah Al-Qomah dan talqinlah untuk mengucapkan Laa ilaha Illallah.” 

Akhirnya mereka berangkat ke rumahnya. Ternyata pada saat itu Al-Qomah sudah dalam keadaan naza’. Maka segeralah mereka mentalqinnya, tetapi ternyata lisan Al-Qomah tidak bisa mengucapkan Laa Ilaha Illallah. 

Langsung saja mereka laporkan kejadian ini pada Rasulullah Saw. Beliau bertanya, ”Apakah dia masih mempunyai kedua orang tua?” Ada yang menjawab, ”Ada, wahai Rasulullah, dia masih mempunyai seorang ibu yang sudah tua renta.” 

Maka Rasulullah Saw mengirim utusan untuk menemuinya, dan beliau berpesan kepada utusan tersebut, ”Katakan kepada ibunya Al-Qomah, jika dia masih mampu untuk berjalan menemui Rasulullah, maka datanglah, namun jika tidak, maka biarlah Rasulullah yang datang menemuinya.” 

Tatkala utusan itu sampai ke tempat ibunya Al-Qomah, dan pesan beliau telah disampaikan, maka dia berkata, ”Sayalah yang lebih berhak untuk mendatangi Rasulullah Saw.” Maka dia pun memakai tongkat dan berjalan mendatangi Rasulullah Saw. Sesampainya di rumah Rasulullah, maka dia mengucapkan salam dan Rasulullah pun menjawab salamnya, lalu Rasulullah, ”Wahai ibu Al-Qomah, jawablah pertanyaanku dengan jujur. Sebab jika engkau berbohong maka akan datang wahyu dari Allah azza wa jalla yang akan memberitahukan (hal itu) kepadaku.

Bagaimana sebenarnya keadaan putramu Al-Qomah?” Sang ibu menjawab, ”Wahai Rasulullah, dia rajin  mengerjakan shalat, banyak puasa, dan senang bersedekah.” Lalu Rasulullah bertanya, ”Lalu bagaimana perasaanmu terhadapnya?” Dia menjawab, ”Saya marah kepadanya wahai Rasulullah.” Rasulullah bertanya lagi, “Kenapa?” Dia menjawab,”Wahai Rasulullah, dia lebih mengutamakan istrinya dibandingkan saya, dan dia pun durhaka kepadaku.”

Maka bersabda, ”Sesungguhnya kemarahan sang ibu telah menghalangi lisan Al-Qomah sehingga tidak bisa mengucapkan syahadat.” Kemudian beliau bersabda, ”Wahai Bilal, pergilah dan kumpulkan kayu bakar yang banyak.” Si Ibu bertanya,”Wahai Rasulullah, apa yang akan engkau lakukan.” Beliau menjawab, ”Saya akan membakarnya dihadapanmu.” Dia menjawab, ”Wahai Rasulullah, saya tidak tahan apabila engkau membakar anakku dihadapanku.” Maka Rasulullah menjawab, ”Wahai ibu Al-Qomah, sesungguhnya adzab Allah azza wa jalla lebih pedih dan lama. Kalau engkau ingin agar Allah azza wa jalla mengampuninya, maka relakanlah anakmu Al-Qomah. Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, sholat, puasa, dan sedekahnya tidak akan memberinya manfaat sedikitpun selagi engkau masih marah kepadanya.” Lantas sang ibu ini berkata, ”Wahai Rasulullah, Allah azza wa jalla sebagai saksi, serta semua kaum muslimin yang hadir saat ini, bahwa saya telah ridho kepada anakku Al-Qomah.” 

Rasulullah pun berkata kepada Bilal Ra, ”Wahai Bilal, pergilah kepadanya dan lihatlah apakah Al-Qomah sudah bisa mengucapkan syahadat ataukah belum. Barangkali ibu Al-Qomah mengucapkan sesuatu yang bukan berasal dari hatinya, atau barangkali dia hanya malu kepadaku.” 

Bilal pun berangkat, dan ternyata dia mendengar Al-Qomah dari dalam rumah mengucapkan Laa Ilaha Illallah. Maka Bilal masuk dan berkata, ”Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kemarahan ibu Al-Qomah telah menghalangi lisannya sehingga tidak bisa mengucapkan syahadat, dan ridhonya telah menjadikannya mampu mengucapkan.

Akhirnya Al-Qomah meninggal dunia saat itu juga. Kemudian Rasulullah Saw melihatnya dan memerintahkan agar dia dimandikan lalu dikafani, kemudian beliau mensholatinya dan menguburkannya, dan di dekat kuburan itu beliau bersabda, 

”Wahai sekalian kaum Muhajirin dan Anshor, barangsiapa yang melebihkan istrinya daripada ibunya, maka dia akan mendapatkan laknat dari Allah azza wa jalla, para malaikat, dan seluruh manusia. Allah azza wa jalla tidak akan menerima amalannya sedikitpun kecuali kalau dia mau bertaubat, dan berbuat baik kepada ibunya, serta meminta keridhoannya, karena ridho Allah azza wa jalla tergantung pada ridhonya dan kemarahan Allah azza wa jalla tergantung pada kemarahananya.”


Semoga kisah ini menjadi iktibar kepada kita. Kasih sayang seorang ibu tidak akan pernah tergantikan. Insyaallah jumpa lagi di lain entri.
Wassalam

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...